Minggu, 25 Desember 2011

Manusia Hitam



maafkan Emak nak, Emak tak lagi bisa biayai kamu sekolah”
Wanita usia 45 tahun itu mengusap wajah putra sulungnya dengan berlinang air mata, mata Syamsul memerah, ia menahan sesak didadanya menahan muntahan air mata yang sebentar lagi meledak,ia tau arti dari kata Emak bahwa dia harus berhenti sekolah menengah atasnya. Ia kembali teringat Almarhum Bapak yang meninggal dunia dua minggu lalu, disebabkan terpeleset jatuh dari lantai Sembilan dalam proyek pembuatan gedung pemerintahn baru di Jakarta, Cuma Bapak tulang punggung di keluarga Syamsul,emak pun tidak bekerja apa-apa selain mengurusi rumah tangga, dulu emak pernah bekerja di komplek perumahan Mekar Sari sebagai tukang cuci dan tukang setrika, tapi Emak berhenti karena majikan beliau kasar dan suka marah-marah, terkadang emak sampai dipukul dan dijambak rambutnya karena salah sedikit atau telat datang.
Emak tak tahan, Emak berhenti tanpa ijin dari majikannya, hampir saja waktu itu Bapak geram mendengarnva keluhan dari  Emak dan berniat mendatangi rumah majikan Emak, tapi Emak menahan Bapak, mengingat keluarga kami hanyalah keluarga miskin, jika terjadi pengaduan dari mereka yang berpunya, benarpun kami kadang belum benar dimata hukum orang kaya, mereka bisa saja merasa benar karena uang mereka banyak dan hukum pun bisa mereka beli dengan lembar-lembar merah dari kantong tebal mereka. Susah mencari keadilan zaman sekarang, hukum hanya milik orang kaya.  Sedangkan ia punya tiga orang adik, Mira gadis remaja yang duduk disamping ibu,  masih duduk dikelas 3 SMP, Rizal, Ale, dan yang paling bungsu Danang masih belum sekolah, mereka bertiga sebenarnya sudah patut untuk mengecap pendidikan, paling tidak merasakan taman kanak-kanak yang Syamsul rasakan waktu seusia mereka.

Emak masih berlinang air mata, perlahan ia mengusap punggung Syamsul agar bisa menerima keadaan ini, Emak berjanji akan mencari uang agar nanti Syamsul bisa melanjutkan sekolah. Air mata yang ditahan tadi tak lagi bisa ia bendung ia berlari keluar rumah, mencari tempat yang tenang untuk mengadu dan melimpahkan segala dukanya. Akhirnya ia berhenti di sebuah gang sempit yang sepi, ia tak sanggup lagi berlari, ia terpekur dibawah pagar karatan didepan sebuah rumah kosong. Tangis Syamsul meledak ia tak peduli pada satu per satu orang yang lewat.
“Ah, aku benci Tuhan, aku tak percaya Tuhan, mana kasih sayangMu padaku, setiap hari aku sholat, aku jadi anak baik-baik untuk orang tuaku, aku lumayan berprestasi, tapi Engkau ambil Bapakku, dan meninggalkan Emak yang tak punya pekerjaan dan membuatku berhenti sekolah…. Aku benci kau Tuhan…”
Syamsul mengumpat dalam hatinya, ia kehilangan akalnya, satu setengah jam ia tersandar di pagar itu, ia tak sadar dua pasang mata memperhatikan kegalauannya dari dalam rumah yang tampak kosong itu, keduanya tersenyum sinis, ciri-ciri orang seperti syamsul telah seringkali mereka temui, orang-orang kehilangan kepercayaan terhadap hidup dan Tuhan.
*******
Azan Maghrib berkumandang, Syamsul berjalan lunglai tak tentu arah, ia menutup kedua telianganya. Ia benci Tuhan, benci suara azan, mata hatinya telah tertutup, matanya sembab, wajahnya kusam dan tubuhnya sudah penuh keringat, perutnya keroncongan, tak sesuap pun nasi sejak tadi pagi ia telan.
“Dek, dek tunggu”
Seorang pria berkaos oblong menghampiri Syamsul, sambil tersenyum.
Syamsul menoleh kearah sesosok wajah yang lumayan tampan itu, perawakannya rapi dan wangi.
“Maaf, saya Rudi, sejak tadi saya perhatikan adek seperti ada masalah dan seperti orang kebingungan”
Syamsul hanya terdiam, pikirannya masih galau. Rudi pun mengerti dengan keadaan Syamsul.
“Kamu sudah makan?” Tanya Rudi
Syamsul hanya menggelengkan kepala. Rudi tersenyum.
“Baiklah, kebetulah hari ini aku baru menerima gaji, bagaimana kalau aku traktir?”
Syamsul masih terdiam, dan tanpak bingung
“ah, sudah, jangan banyak bengong, tenang saja, jangan takut, yuk”
Rudi menarik tangan syamsul kesebuah pecel lele ditepi tol jln. Patimura. Rudi memesan pecel lele dua porsi, Syamsul makan begitu lahap. Rudi memandang syamsul dengan senyum yang sulit diartikan.
Setelah selesai makan, Rudi kembali bertanya.
“O ya tadi kamu belum menyebutkan nama kamu, kalo boleh saya tau nama adek siapa?”
“Syamsul”
“Oh dek Syamsul, dimana adek tinggal, biar saya antar pulang?” Rudi mencoba menawarkan.
“Saya tak punya rumah Mas”
“Benarkah?”
Syamsul tertunduk, ia tau ia telah berbohong, ia tau bohong itu dosa, tapi ia memang sudah kehilangan tuhan dihatinya, kepercayaan kepadaNya, tidak apa berbohong, toh tuhan bohong juga padanya, padahal dalam kitabNya disebutkan kalau orang yang berbuat baik pasti akan di balas dengan kebaikan pula di dunia dan akhirat, ustadz yang ceramah di masjid dikampungnya juga sering berkata demikian. Tapi mana buktinya? Tuhan tetap mengambil bapak, dan dirinya berhenti sekolah, percuma saya patuh pada Emak dan Bapak, tidak pergi keluyuran malam, pakai obat-obatan seperti beberapa teman sekelas saya. Pada akhirnya tuhan mengambil semuanya. Itukah balasan dari tuhan atas kebaikanku selama ini.
“I..i..iya mas, saya tidak punya rumah, setiap malam saya hanya tidur di dikolong jembatan atau di teras masjid”
Syamsul menambah kebohongannya, meski sedikit masih terasa takut untuk berbohong.
“Baiklah, kalo begitu dek Syamsul, tinggalahl dulu dirumah saya, rumah saya tidak jauh dari sini’
“Benarkah, terima kasih Mas”
Wajah syamsul tampak bahagia, tidak menyangka bisa bertemu orang baik di zaman seperti ini.

                                                            *******
Sudah dua minggu Syamsul tinggal dirumah rumah Rudi, ia diperlakukan sangat baik oleh Rudi. Ia hanya tinggal di rumah, membantu memberesi rumah rudi  ketika Rudi bekerja, Rudi kadang pergi pagi-pulang malam,atau pergi malam-pulang pagi, kadang juga  Rudi memberikan uang jajan kepadanya, lebih dari yang Bapak dan Emak berikan untuk jajan disekolah dulu. Tapi lama kelamaan timbul segan dihati Syamsul, ia berniat ingin bekerja pula.
“Mas, saya ingin bekerja.”
“Apa? Kamu mau bekerja Sul?”
“Iya Mas, saya sudah dua minggu tinggal disini, masa saya hanya bergantung pada Mas terus, saya juga ingin bekerja mas”
“Kamu yakin?”
“Yakin mas” jawab Syamsul mantap.
“Baiklah, nanti malam saya akan kenalkan kamu pada seorang teman, dia sekarang sedang cari orang untuk jadi pekerjanya”
“Hah, benarkah Mas, terima kasih Mas, terima kasih”
“Iya, iya, sekarang saya berangkat dulu, ini uang untuk kamu, kamu beli baju yang bagus, nanti malam kan kamu mau bertemu dengan teman saya itu, jadi harus berpenampilan rapi. Oke!”
“Wah, terima kasih Mas, Mas baik banget”
Syamsul memeluk Rudi, ia tampak bahagia, Rudi bagaikan malaikat yang turun dari langit, dalam hati ia akan membalas kebaikan Rudi dengan apapun caranya.
Rudi tersenyum, senyuman saat pertama kali ia bertemu Syamsul.
                                                            ******
Malam yang ditunggu syamsul datang, Rudi ternyata benar ia menepati janjinya kepada syamsul, baju kemeja dan celana jeans baru yang dibeli syamsul telah dipakainya, rambut disisir tepi, entah apa style syamsul yang diliat Rudi saat itu, bisa dibilang seperti orang cupu, Rudi hanya tersenyum geli melihat sosok polos yang didepannya.
Motorpun melaju kencang melewati jalan-jalan berlampu terang, dan berwarna-warni, baru pertama kali Syamsul melihat kota tengah malam, kota terasa lebih indah dan dan tenang dibanding siang hari, ia sangat menyukainya.
Lima belas menit perjalanan ia sampai kesebuah rumah berlampu remang, di dekat gang sempit, syamsul kenal tempat itu, didepan pintu masuk tampak dua orang lelaki bak algojo berambut gondong dan yang satu lagi cepak,mereka bertubuh kekar, keduanya seperti bodyguard yang sering tonton di film action di TV.
“Sul, kok bengong, buruan kesini?”
Syamsul tersadar dari lamunannya, Rudi telah berdiri di dekat algojo gondrong dan cepak itu, perasaan Syamsul sedikit takut dan gelisah, ia bingung mau minta pekerjaan kok di bawa kesarang algojo, ia terasa ingin buang air, namun ia tahan dan mengikuti Rudi kedalam rumah itu.
Syamsul tak menyangka didalam rumah para algojo itu begitu ramai, lampu-lampu kerlap-kerlip warna-warni dan suara musik triping yang sering didengar diangkot waktu pergi sekolah dulu terdengar begitu keras, sampai ia tak mendengar Rudi memamanggilnya .Gadis-gadis, tante-tante, om-om  bergoyang seperti artis dangdut yang sering nongol di orgen kampung atau di acara dangdut di tv, tapi mereka lebih parah lagi. Syamsul merasa malu melihat mereka.
Rudi dan Syamsul masuk kesebuah ruangan, ruangan dengan lampu temaram, berbau rokok dan bau yang menyengat, entah itu bau apa, didalam nya terlihat sosok berperut buncit, gemuk dan jelek, dikelilingi oleh beberapa wanita cantik didekatnya.
“Aih, hebat betul pria buncit, gemuk dan jelek ini dikelilingi wanita-wanita cantik” gumam Syamsul. Dulu waktu sekolah, meski wajah bisa dikatakan lumayan tampan dan cukup berprestasi, tetap saja tak satupun perempuan yang suka padanya. Nah, sibuncit ini bisa dapat begitu banyak..ckckck.. dalam hati Syamsul takjub dengan sibuncit yang bernama Mr. Bonbon seperti yang ia dengar dari salah seorang wanita yang ingin menawarkan minuman dari botol hitam yang dipegangnya kepada sibuncit itu.
“Oh Rudi… sini Bro, silahkan duduk” sambil menjentikkannya jari, wanita-wanita muda itu dengan otomatis keluar dari ruangan Mr. Bonbon.
“Mungkin mister sudah tau kedatangan saya kesini, seperti yang saya katakan siang tadi”
Mr Bonbon menoleh kearah Syamsul, ia mengerinyitkan dahi.
“Ha…,ha…ha…ha…bocah ini yang lu maksud, gua gak yakin anak ini bisa, lihat saja penampilannya, seperti anak-anak. Ah gua gak memperkerjakan anak-anak Bro
Tawa si buncit memekakkan telinga, Syamsul merasa diremehkan
“Saya bisa lakukan apa saja” kalimat itu keluar otomatis dari ruang bawah sadar Syamsul.
Mr. Bonbon menghentikan tawanya, dan mengangguk-angguk
“Mohon pertimbangannya lagi mister” tambah Rudi
“Baiklah, tapi dengan syarat dia bisa tutup mulut dengan keberadaan dan pekerjaan kita”
“Baiklah mister, serahkan pada saya, saya berjanji ia akan bekerja dengan benar, dan saya pastikan keberadaan kita dan pekerjaan kita tidak akan diendus oleh Polisi” Rudi meyakinkan mister bonbon.
“Polisi???” syamsul terkejut, ia sudah paling anti dengan nama itu, aparat penegak hukum yang tak lagi ia percaya, ia membenci mereka. Dan takut berurusan dengan polisi. Ah rasanya ia ingin menolak tapi ia terlanjur telah berkata ia bisa lakukan apa saja, dan ia takut mengecewakan Rudi yang telah berusaha memberikannya pekerjaan, toh Rudi bekerja seperti ini masih juga baik dan mau menolong orang, pikir Syamsul.
“Bagaimana Sul, kamu mau kan bekerja disini, lagian mister Bonbon sudah mengizinkan kamu”
Syamsul terdiam, ia ingat lagi Rudi telah menolongnya dan janjinya membalas kebaikan Rudi.
“Baiklah Mas, saya terima”
“Nah bagus, besok lu boleh bekerja, nanti Rudi yang akan memberi tau apa pekerjaannya, kalo begitu sebagai ucapan selamat lu gue traktir minum”
“Makasih Mr Bun…eh Bonbon”
Mr.Bonbon menjentikkan jarinya kembali, wanita-wanita muda tadi otomatis masuk dengan membawakan sebuah botol tinggi berwarna hitam dengan merek yang mengkilat, saat dituang warnanya merah seperti Sirup Emak pada Hari Raya.
********

Tiga tahun, Syamsul bekerja sebagai kaki tangan Mr Bonbon, rumah kosong dekat gang sempit tempat ia pernah menangis meratapi nasibnya ternyata adalah markas rombongan para mafia,mafia penjual obat-obatan terlarang, jual beli wanita dan transaksi kejahatan lainnya danRudi orang yang telah menolongnya juga merupakan anggota mereka, Rudi bercerita bahwa sebenarnya dulu dia memang telah memperhatikan Syamsul saat ia menangis didepan rumah kosong itu,dan mengingatkan agar berhati-hati dengan Mr. Bonbon, ia bisa melakukan apa saja jika ada sesuatu yang tidak berkenan dihatinya, bahkan ia bisa membunuh anak buahnya sendiri.
Kini  Syamsul telah bisa dikatakan anak buah kesayangan dan dipercaya  Mr Bonbon, namun sekarang Rudi tidak ada lagi bersamanya, ia ditangkap oleh polisi saat  bersama dengan Syamsul melakukan transaksi ganja di sebuah stasiun kereta api di Yogjakarta, gerak-gerik mereka sudah dicurigai polisi, tapi untung saat itu Syamsul bisa menyelamatkan diri, sedangkan Rudi  tertangkap oleh polisi, syukur sekali walau Rudi tertangkap markas mereka tak tercium oleh polisi. Syamsul kini telah bertambah jauh dari Syamsul dulu yang polos. Ia telah banyak melakukan dosa besar lainnya seperti minum-minuman keras, memakai obat-obatan terlarang, membunuh dan bahkan berzina dengan banyak wanita. Benar-benar ia sudah lupa dengan Tuhan.
Malam telah terlalu pekat dengan hitamnya, sehitam hati Syamsul, sehitam hati manusia-manusia malam yang berada didekat syamsul malam itu. Malam ini mereka akan party di sebuah club malam termahal, karena mr bonbon dan syamsul berhasil melakuakan kerjasama dengan jaringan pengedar obat-obatan terlarang internasional dari Singapura. Seperti biasa, semua kemaksiatan dilakukan syamsul malam itu.
“Baiklah, semua, terima kasih sudah hadir malam ini” Mr Bonbon mengawali
“Keberhasilan kita ini, tidak terlepas dari usaha dan kerja keras kita selama ini” Syamsul tersenyum geli melihat Sibuncit bak pejabat Negara berpidato.
“dan saya sangat menghargai itu, dan terlebih pada saudara saya yang tercinta, yang sangat berperan dalam bisnis ini, Syam….suuul….”
Semua manusia-manusia hitam itu bertepuk tangan kepada Syamsul, Syamsul tersenyum sambil mengucapkan terima kasih..
“Kalo begitu, mari kita berpestaaa….”
Ah, kali ini sibuncit bergaya ala host acara TV, oprah, andy, tantowi atau siapalah namanya, dan ia benar-benar tak kalah dibandingkan mereka, si buncit ternyata punya kelebihan lain selain mafia yaitu menghibur dirinya, ada saja yang menuat Syamsul Geli dengan tingkahnya yang sok-sok tapi meyakinkan.
*******
Malam benar-benar semakin hitam pekat, demikian juga dengan hati Syamsul, dan manusia-manusia  hitam di dekat syamsul malam itu, tawa, cekikikan, bau alkohol, dan kupu-kupu malam menyatu dalam diri syamsul.
Sreeet….
Sesosok wanita tinggi semampai lewat didepan syamsul, didampingi seorang om-om yang dipapahnya.
Darahnya berdesir, tubuhnya dingin, tapi tak lama sosok itu menghilang diantara kerumunan manusia yang bergoyang dibawah kerlap-kerlip lampu disko.
“Mungkin hanya perasaan ku saja” Syamsul mencoba menenangkan diri.
                                                ********
Beberapa hari Syamsul tampak murung, Mr Bonbon geram, geram karena Syamsul tidak bekerja seperti  biasa dan jarang datang ke markas . Syamsul masih teringat kejadian beberapa hari lalu di club malam. Sosok gadis yang ia lihat malam itu, wajah manisnya yang begitu ia kenal.malam ini ia akan memastikan kembali apa benar gadis yang ia lihat  beberapa hari lalu gadis yang ia kenal.
“Prak…!!!”
“Mana bocah gendeng itu? Berani-beraninya dia pergi begitu saja?”
Mr Bonbon geram, semua algojonya tertunduk.
“Baru diberi angin sedikit saja sudah sombong lagaknya,dia kira gue akan biarin begitu saja?heh?” mata sibuncit merah padam.
Syamsul dengan gesit melaju di bawah lampu jalanan yang terang, menuju club malam tempat ia party dengan bos buncitnya itu beberapa hari lalu. Ia tau sikapnya selama ini telah membuat Mr Bonbon marah, tapi bagaimanapun ia tidak harus selamanya terkungkung oleh perintah dan bayang-bayangan si buncit, dia juga butuh kebebasan sedikit saja.
Semakin malam semakin ramai club malam itu, banyak mobil-mobil mewah yang datang, ada beberapa yang Syamsul kenal, beberapa pejabat Negara dan aparat pengaman Negara Nakal ia temui didalam. Mereka para munafik yang berlagak  sebagai pejabat dan aparatur pengaman Negara pada siang hari  tapi malam hari kelakuan mereka tak jauh dari binatang, pantas saja Negara ini tak pernah maju kalau pejabat dan aparatur pengaman Negara saja berlaku demikian, pantas saja Negara ini bobrok moralnya, mereka yang seharusnya jadi contoh baik malah meberikan contoh buruk bagi anak bangsa. Protes Syamsul dalam hatinya terhenti, sosok gadis beberapa hari lalu itu tampak jelas oleh Syamsul.
Ish, menjijikan sekali, gadis itu  membiarkan laki-laki itu menyentuhnya, dan berlaku tidak soipan. Hati Syamsul geram, ia yakin dengan apa yang ia liat. Ia tidak menyangka, ia benci pada dirinya sendiri, matanya memerah, panas, jantung berdegup kencang, langit seolah akan runtuh,
“keparaat….”
Prak..prak..
Gadis itu terkejut saat tamunya dipukul syamsul.
“Dasar kau.. berani kau mengganggu dia, rasakan ini”
Pukulan dan hantaman mendarat di wajah dan tubuh laki-laki itu,
“Hei, apa-apaan kamu” gadis itu beteriak..
“Hei…!”
“Biar dia mampus” teriak Syamsul
Syamsul membalikkan badannya kearah wanita itu setelah laki-laki yang ia pukuli tak berdaya.
“A…a…pa… Bang Syamsul” gadis itu terkejut, tak percaya.
“Iya Mira, ini Abangmu… abang tidak suka kamu seperti ini”
“Hah? Apa bang bilang? Bilang sekali lagi?abang bilang abang tidak suka Mira seperti ini?”
Air mata mira berlinang. Ia tak menyangka akan betemu dengan abang kandungnya Syamsul ditempat seperti ini, abang yang telah tiga tahun menghilang dari hidupnya dan keluarganya.
Syamsul menarik tangan Mira ke taman tak jauh dari club malam itu, Mira menolak, tapi Syamsul terus bersikeras.
“Kenapa kamu begini Mir?”Tanya syamsul
“Seharusnya Mira yang Tanya Abang ?, kemana saja abang tiga tahun ini?hah?”
“Abang kerja Mir” jawab Syamsul tertekuk
“Kerja?kerja apa bang? Kerja abang Cuma minum-minum dan wanita kan?”
“Diam kamu…!!!”
Kenapa Mira harus diam, buktinya abang tau Mira disini berarti abang sering kesini kan”
“Baiklah, iya.. abang sering kesini, abangmu sekarang jadi penjahat, buronan, pembunuh, puas?”
“Kalo begitu inilah kerja adikmu sekarang bang, kerja mira demi Emak dan adik-adik kita bang!!!”
Syamsul terhetak, ia baru ingat Emak
“Mir gimana kabar Emak,,, dimana Emak sekarang? Dimana Mir?”
“Buat apa abang tanya Emak, bukannya abang tidak peduli dengan Emak”
“Mir dimana Emak, bagaimana kabarnya?”
“Emak sudah meninggal!!!”
Air mata Mira membuncah deras, syamsul menatap dalam Mira, merasa tak percaya apa yang telah ia dengar
            “kamu bohong, Emak pasti masih hidup”
“Buat apa Mira bohong, Emak meninggal gara-gara abang!!, tau tidak sejak abang pergi emak sangat sedih, demi abang  bisa melanjutkan sekolah, Emak minta mira yang berhenti sekolah, dan uang untuk Mira sekolah dan masuk  SMA semuanya diberikan untuk abang, dan Emak juga mencari tambahannya dengan memecah batu di tempat Mas Asep, dan uang terkumpul, namun seminggu, dua minggu, bulan, tahun Abang tak kunjung pulang, Emak sangat sedih, dan jatuh sakit, akhirnya biaya yang akan digunakan untuk abang sekolah dipakai untuk biaya Emak berobat. Tapi sakit Emak tambah parah, uang telah habis dan mira mencoba pinjam kepada Mas Broto”
“Broto?” pria hidung belang itu?”
“Iya Mira terpaksa demi Emak, demi Emak sembuh dan Mira pun diberi pekerjaan, ya pekerjaan ini, awalnya Mira takut bang, tapi karena mengingat Emak, Mira berusaha untuk menjalaninya, akhirnya Mira punya banyak uang dan bisa menyekolahkan Rizal, Ale dan Danang dan setelah beberapa lama dirumah sakit , tanda-tanda kesembuhan Emak terlihat dan akhirya Emak mulai sembuh, dan beliau berharap abang pulang,tapi abang tak pernah muncul ,  Emak sakit lagi, dan akhirnya Emak benar-benar tak bisa ditolong.”
Mira berhenti bercerita, ia kembali tersedu mengingat Emaknya, mascara dimatanya luntur oleh air matanya. Syamsul tak bisa menahan tangisnya, ia menarik-narik rambutnya, merasa berdosa kepada Emak dan adik-adik yang ia terlantarkan, ia merasa sangat jahat. Ia tak sempat minta maaaf pada emaknya, ia tak bisa menjaga Mira dan adik-adinya, karenanya Mira menjadi wanita malam. Syamsul berlari, berlari jauh, berlari mencari tempat ia mengadu dan menenangkan diri.
Mira memanggil manggil Syamsul, tapi ia terlaru larut dalam tangis dan penyesalan. Ia berlari tak tahu arah.
Sudah jam 4.00, gema Tadarus dari kaset yang diputar pada sebuah masjid dipingir sungai yang mengalir ke laut menambah duka dihati syamsul,
“Astaghfirullah ya Allah”
Kalimat itu keluar sendiri dari mulut Syamsul, ia tidak ingat sudah berapa lama kalimat  dan nama tuhan itu  tidak ia sebut
Air matanya masih mengalir, hatinya disentuh lantunan kalam-kalam ilahi dari masjid itu. Bagaimana minta maaf pada Emak dan Bapak. Tuhan ampuni aku. Ia terus berjalan dengan langkah lunglai menuju Masjid. Hatinya tergerak kesana, ingin memohon ampun atas dosanya. Ia berniat sholat sunat tobat, ia ingat pernah diajari caranya oleh Ustadz saat belajar ngaji di masjid kampungnya, meski tak yakin bacaan ayatnya masih sefasih dulu, tapi hatinya benar-benar terbuka untuk bertobat sekarang.
Sebuah mobil Jeep hitam terus mengikutinya dari belakang, dua orang berwajah sinis berkacamata hitam terus mengikuti gerak geriknya. Syamsul yang masih berjalan lunglai hampir sampai dimasjid itu. Ia ingin melintas kearah masjid yang berada diseberangnya.
“Lakukan cepat!” wajah sinis dengan senyuman licik itu memberi komando
Jeep melaju dengan kencang
“Braak…”
Benda kencang itu mengahantam tubuh Syamsul yang sedang melintasi jalan menuju masjid, tubuhnya terlempar, dan terjatuh ketepi trotoar. Syamsul meringis, kepalanya sakit, darah segar mengalir dari kepalanya, ia tak mampu bergerak, tulang punggungnya remuk, Pandangannya kabur. Mobil itu berhenti sebentar dan kabur begitu saja meninggalkan senyum sinis dan puas yang Syamsul kenal, itu Mr.Bonbon, ya Sibuncit itu.
Darah segar telah membasahi jalanan, pandangan Syamsul tak lagi jelas, namun suara berisik sayup-sayup terdengar  olehnya. Dua sosok tubuh besar berdiri disamping kiri dan kanan Syamsul, satu berwajah bringas seperti wajah Mr.Bonbon dengan tanduk yang lahir diatas kepalanya dan yang satu lagi berwajah teduh seperti wajah Emak, sangat cantik dan bercahaya.
Entah apa yang mereka perdebatkan. Tidak jelas dan tak lama semua telah menjadi hitam, gelap.

(Senin, 31 May 2011, 8:53 p.m.:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...